SatuNet, Jakarta – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) menerima kunjungan studi visit delegasi Kementerian Kehakiman Republik Kirgizstan, Senin (5/12). Kunjungan tersebut dalam rangka bertukar informasi dan mempelajari manajemen tahanan, narapidana (napi), dan klien terorisme dan ekstremis di Indonesia.
Tim Delegasi Kirgistan ini diterima oleh Staf Khusus Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Bidang Hubungan Luar Negeri, Linggawati Hakim dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), Reynhard Silitonga beserta jajaran.
Dirjenpas menyambut baik maksud kunjungan Delegasi Kirgistan ini. Ia berharap, kerja sama ini dapat menjadi ajang pembelajaran dan penguatan kedua negara, khususnya di bidang Pemasyarakatan.
Lebih lanjut, Reynhard menegaskan bahwa Indonesia memiliki komitmen tinggi dalam memerangi terorisme dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, pihaknya terus berupaya melakukan pembinaan agar para pelanggar hukum, khususnya yang terkait terorisme, menyadari kesalahannya, tidak mengulangi tindak pidananya, dan kembali menjadi anggota masyarakat yang baik.
“Dengan demikian, kami berpartisipasi menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat. Bukan hanya masyarakat Indonesia, tetapi juga global,” ucap Reynhard.
Dirjenpas menjelaskan, saat ini di Indonesia terdapat 679 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang terdiri atas 294 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), 165 Rumah Tahanan Negara (Rutan), 33 Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), 33 Lembaga Pemasyarakatan Perempuan, 90 Balai Pemasyarakatan (Bapas), dan 64 Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan).
“Jumlah penghuni Lapas dan Rutan saat ini adalah 275.352 yang terdiri atas 224.637 narapidana dan 50.715 tahanan. Dari populasi tersebut, 468 di antaranya merupakan narapidana kasus terorisme,” paparnya.
Reynhard optimis bahwa pembinaan narapidana terorisme di Indonesia berhasil. Hal ini dibuktikan dengan adanya 117 narapidana terorisme yang menyatakan ikrar setia NKRI di tahun 2022, jauh di atas target yang ditentukan.
“Keberhasilan ini tak terlepas dari kebijakan perlakuan terhadap narapidana terorisme, baik dewasa maupun Anak serta peran penting Pembimbing Kemasyarakatan (PK) mendampingi Klien sejak tahap pra-ajudikasi hingga post-ajudikasi,” imbuh Reynhard.
Sementara itu, Menteri Kehakiman Republik Kirgistan, Bactov Ayaz Batyrkulovich mengungkapkan, sebagai negara kecil yang berada di Kawasan Timur Tengah, Kirgistan tengah fokus menangani tindak terorisme dan ekstremisme yang banyak terjadi di negaranya. Indonesia dipilih sebagai tempat studi karena Kirgistan menilai mekanisme koordinasi penanganan terorisme dan ekstremisme di Indonesia sangat baik.
“Selama ini, kami memandang persoalan kriminal berbeda dengan persoalan sosial. Namun sekarang kami mulai memandang persoalan kriminal juga sebagai persoalan sosial. Sistem probation ini merupakan pendekatan yang baru bagi kami. Kami berharap dapat belajar banyak dari Indonesia,” tuturnya.
Adapun Staf Khusus Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Bidang Hubungan Luar Negeri Linggawati Hakim menilai, Pemasyarakatan berperan penting pada proses reintegrasi sosial narapidana terorisme.
“Pemasyarakatan memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga stabilitas keamanan nasional dan global khususnya dalam pencegahan narapidana terorisme dan ekstremisme,” ucapnya.
Di akhir pertemuan, Delegasi Kirgistan menyerahkan cinderamata berupa kerajinan kulit kayu hasil karya warga binaan mereka. Sementara Ditjenpas menyerahkan cinderamata Batik hasil karya warga binaan Nusakambangan.
Kunjungan Delegasi Kirgistan ini akan berlangsung selama 4 hari, yaitu pada 5-8 Desember 2022. Selama waktu tersebut, mereka akan mengunjungi beberapa kementerian/badan/lembaga. Khusus di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, selain mengunjungi Ditjenpas, tim delegasi juga akan mengunjungi Lapas, Bapas, dan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip). (Rival)