Lembaga Survei Harus Bersifat Objektif dan Terbuka

Rudi Irwanto

SatuNet.co,Depok – Dekan FISIP UI Prof. Dr. Semiarto Aji Purwanto, di Sekretariat PWI Kota Depok, Jalan Melati Raya No. 3, mengatakan, lembaga survei harus bersifat objektif dan terbuka, agar hasilnya dapat dipercaya oleh masyarakat. Selasa (5/11/2024)

Sehingga tidak etis secara intelektual bila lembaga survei memihak ke salah satu kubu politik tertentu karena lembaga survei terikat oleh kode etik survei opini publik, untuk itu kredibilitasnya harus benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.

Untuk itu hasil survei yang dilakukan terus-menerus bisa mempengaruhi opini di masyarakat. Untuk itu perlu keterbukaan dalam proses melakukan survei tersebut. “Survei harus dilakukan secara obejktif dari hasil pelaksanaan yang benar,” katanya.

Prof Aji mengakui,didalam proses survey adanya tahapan-tahapan yang rawan rekayasa dalam survei seperti tahapan pada survei pada responden. Untuk itu perlu kartu kontrol untuk mengecek kebenaran dilapangan.

“Kartu kontrol diperlukan sehingga bisa dikontrol kebenarannya, apakah benar melakukan wawancara dengan responden,” ungkapnya.

Pemilu dalam negara demokrasi dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Indonesia sejak memasuki era Orde Baru melaksanakannya setiap lima tahun sekali. Pada tahun 2024

pelaksanaan pemilu pada tahun-tahun sebelumnya, banyak lembaga survei yang memublikasikan hasil surveinya. Biasanya hasil survei menjadi tolok ukur masyarakat untuk mengetahui tingkat keterpilihan.

Metodologi yang tepat membuat hasil survei dapat mencapai tingkat akurasi yang mirip dengan hasil perhitungan resmi oleh penyelenggara pemilu. Namun, hasil survei juga sering menuai kontroversi jika dirilis oleh lembaga yang dianggap tidak kredibel.

jika terbukti melanggar etika, maka KPU, baik di tingkat nasional, provinsi, atau kota/kabupaten akan memberikan sanksi kepada lembaga survei yang bersangkutan melalui surat keputusan.

Sanksi itu dapat berupa peringatan hingga dicabutnya sertifikat terdaftar sebagai lembaga survei/jajak pendapat/hitung cepat penyelenggaraan pemilu.

Selain itu tahapan memasukkan data juga perlu dilakukan secara terbuka, sehingga memang benar-benar memasukkan data dengan benar. “Kuesioner harus bisa dilihat dan wajib ada kartu kontrol,” tuturnya.

Untuk itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2022 tentang partisipasi masyarakat jelang Pemilu 2024, yang memungkinkan lembaga survei/jajak pendapat/hitung cepat dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) jika diduga melanggar etika.

“Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat,” tulis Pasal 23 ayat (1) peraturan yang diteken Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari pada 11 November 2022 itu.

“Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi ayat (2).

Seandainya Bawaslu memberi rekomendasi adanya dugaan pelanggaran etika, KPU akan menyerahkan rekomendasi tersebut kepada asosiasi lembaga survei untuk menilai dugaan itu. Asosiasi diminta menyerahkan hasil penilaian mereka kepada KPU untuk ditindaklanjuti.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *