Kelainan Celah Bibir dan Lelangit: Dampaknya Terhadap Tumbuh Kembang Anak

Rudi Irwanto

SatunNet.co,Depok – Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) kembali menghadirkan rangkaian seminar awam dalam program “Bicara Sehat” ke-106 dengan tajuk utama: “Kelainan Celah Bibir dan Lelangit: Dampaknya terhadap Tumbuh Kembang Anak”. Seminar ini diselenggarakan pada Rabu, 23 April 2025.

Kelainan celah bibir dan lelangit merupakan salah satu kelainan bawaan lahir yang cukup sering dijumpai pada anak. Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan jaringan pada bibir atau langit-langit mulut atau keduanya. Anak-anak dengan kondisi ini kerap menghadapi berbagai tantangan dalam proses tumbuh kembang, terutama dalam kemampuan menyusu, berbicara, mendengar, hingga berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitarnya.

Seminar Awam Bicara Sehat ini hadir untuk memberikan pengetahuan dan informasi seputar isu yang diangkat. Seminar ini dimoderatori oleh dr. Raden Ayu Anatriera, MPH, Sp.THT-KL, Dokter Spesialis Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher RSUI.

Narasumber pertama dalam seminar ini yaitu dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), M.P.H yang membawakan materi seputar “Tanda dan Gejala Awal Kelainan Celah Bibir dan Celah Lelangit”. Di awal pemaparannya, beliau menjelaskan bahwa perkembangan otak anak berlangsung paling cepat pada masa awal kehidupan. Oleh karena itu, penting untuk memberikan nutrisi yang optimal pada empat periode yakni masa kehamilan (0–9 bulan), masa menyusui (0–6 bulan dengan ASI eksklusif), masa MP-ASI (6–12 bulan), dan masa transisi ke makanan keluarga (>12 bulan). Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti genetik (20–30%), nutrisi, serta lingkungan yang mencakup keamanan, imunisasi, stimulasi, dan pola asuh.

Tanda-tanda awal kelainan celah bibir, menurut dr. Barnie, seringkali terlihat sejak bayi lahir, terutama kesulitan saat menyusu. Gejala ini muncul akibat gangguan fungsi pada proses menelan. Pemberian susu dapat dilakukan menggunakan dot khusus, yang disarankan untuk membantu proses menyusu. Kemudian untuk tata laksana penanganannya bisa dengan tindakan operatif yang dilanjutkan dengan terapi.

“Tindaka operasi dapat dilakukan pada usia mulai 3 bulan, dan terapi bicara dapat dimulai setelah itu. Proses pemulihan juga membutuhkan nutrisi yang tepat serta stimulasi yang dilakukan secara berulang dan dua arah. Selain itu, peran orang tua sangat penting dalam mendampingi anak dan membantu anak membangun rasa percaya diri untuk mengatasi tantangan yang dihadapi” tambahnya.

Narasumber kedua pada seminar ini adalah dr. Dwi Irawan, drg., Sp.B.M.M., Subsp.C.O.M(K), membawakan materi seputar “Penanganan Komprehensif untuk Senyum Anak Indonesia”. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, terdapat sekitar 7.500 celah bibir dan lelangit di Indonesia setiap tahunnya. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada bentuk wajah, tetapi bisa juga mengganggu kemampuan berbicara, makan, dan minum.

“Pasien dengan celah lelangit, tulang pramaksila yang seharusnya berada di bagian depan rahang atas bisa hilang atau tidak terbentuk sempurna. Karena itu, tindakan pertama dan paling penting adalah operasi untuk menutup celah pada lelangit. Operasi ini dilakukan dengan membuat sayatan dan menjahit bagian celah agar tertutup” ujar drg. Dwi Ariawan.

Namun, operasi saja tidak cukup untuk mendapatkan hasil yang optimal. Beliau menyampaikan bahwa pasien dengan celah lelangit bukan saja hanya memerlukan operasi tetapi juga membutuhkan penanganan yang komprehensif. Salah satunya adalah terapi wicara yang dimulai sekitar tiga bulan setelah operasi. Terapi ini bukan hanya untuk melatih kemampuan bicara anak, tapi juga melakukan evaluasi secara berkala agar perkembangan bicaranya sesuai.

Selain itu, pada beberapa kasus diperlukan cangkok tulang. Semakin tinggi dan kuat tulang yang berbentuk, maka semakin baik pula struktur wajah dan fungsi rahang pasien. Oleh karena itu pemantauan rutin oleh dokter sangat penting, termasuk hingga usia 18 tahun untuk melihat apakah ada perubahan struktur wajah yang perlu ditindaklanjuti.

Dalam sesi tanya jawab, banyak peserta yang antusias mengajukan pertanyaan seputar cara mengenali kelainan ini sejak dini, terutama celah lelangit yang tidak langsung terlihat. Drg. Dwi menjelaskan bahwa celah pada lelangit sering kali sulit terdeteksi karena letaknya yang tersembunyi. Beberapa tanda awal yang dapat diamati adalah suara sengau atau cadel yang tidak sesuai dengan usia perkembangan bicara anak. Deteksi dini sangat penting untuk memulai penanganan secepat mungkin, agar perkembangan anak tidak terganggu.

Keterlambatan dalam penanganan celah lelangit dapat berdampak negatif terhadap perkembangan emosional dan sosial anak. Salah satu dampak yang sering terjadi adalah menurunnya rasa percaya diri, terutama ketika anak mulai memasuki usia remaja. Pada fase ini, mereka mulai lebih sadar akan penampilan dan cenderung membandingkan diri dengan orang lain.

Antusiasme peserta sangat tinggi, dengan jumlah peserta sebanyak 200 orang. RSUI berharap kegiatan Seminar Awam Bicara Sehat ini dapat terus menjadi sarana edukatif yang menjembatani masyarakat untuk lebih memahami isu kesehatan secara komprehensif. Untuk mendapatkan informasi terkait seminar Bicara Sehat selanjutnya, masyarakat dapat memantau melalui website dan media sosial resmi RSUI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *