Teknologi terus berkembang dan merambah ke berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Salah satu perkembangan signifikan di era ini adalah metaverse, sebuah penggabungan dunia maya dengan dunia nyata, yang memanfaatkan teknologi masa depan seperti VR (Virtual Reality), AR (Augmented Reality), Blockchain, AI (Artificial Intelligence), dan jaringan internet 5G.
Imam Upayanto, seorang guru SD di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, telah mengambil langkah inovatif dengan mendirikan Metaverse Global Academy (MGA) bersama produser Bimo Maxim.
Imam, yang juga seorang advertiser di Facebook Ads, menyisihkan waktu di malam hari dan pagi hari sebelum berangkat sekolah untuk fokus pada pengembangan metaverse.
“Alhamdulillah, saya sudah memulainya kurang lebih 6 tahun yang lalu. Saat itu, tahun 2017 ketika studi S2 dengan membuat beberapa konsep metaverse untuk tesis dan beberapa sudah bisa saya buat sendiri saat ini,” ungkap, Imam.
Ketertarikannya pada metaverse dimulai ketika ia pertama kali mengenal teknologi blockchain seperti Bitcoin.
Imam, percaya bahwa teknologi metaverse dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan berkomitmen untuk membawa teknologi ini ke dalam dunia pendidikan. Tujuannya adalah menciptakan metaverse untuk pendidikan yang dapat diakses oleh semua orang, memberikan kemudahan dan solusi atas keterbatasan pendidikan saat ini.
“Sebagai warga negara Indonesia, saya ingin memberikan persembahan untuk bangsa ini dan harapannya bangsa kita dapat menjadi yang terdepan sebagai pengembang metaverse khususnya di bidang pendidikan, tidak lagi hanya menjadi konsumen atau pengikut negara lain,” jelasnya.
Imam adalah pemenang penghargaan Nasional produk metaverse dari Dirjen Dikti (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi).
“Awal kompetisi ini saya sempat ragu karena ajang nasional dan juga metaverse merupakan teknologi baru. Namun dengan bekal menjadi salah satu pemenang membuat saya optimis untuk mencoba,” katanya.
“Doa istri yang bergabung di dalam tim menjadi penguat. Alhamdulillah akhirnya saya juga menjadi salah satu pemenang di ajang metaverse tersebut dan wakil Indonesia. Saya harap langkah ini bisa menjadi jalan pembuka bagi pengembangan metaverse di negara ini ke depannya,” tambahnya.
Meskipun tantangan utama dalam membangun MGA adalah beradaptasi dengan hal baru dan melihat peserta lain lebih bagus, Imam melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar dan meningkatkan kualitas MGA.
“Saya sadar MGA yang sekarang masih terbatas, sehingga butuh banyak referensi untuk menyempurnakannya,” ungkapnya.
Imam, menargetkan MGA menjadi platform belajar berbasis metaverse yang dipilih oleh masyarakat Indonesia maupun internasional, memberikan kemudahan belajar yang personal dan menyenangkan, serta membawa nama Indonesia sebagai pemimpin inovasi teknologi ini.
“Saya berharap agar MGA ini menjadi awal kolaborasi antara pengembang teknologi dan pakar pendidikan di Indonesia. Kerjasama inilah yang nantinya digunakan tidak hanya untuk menyusul ketertinggalan kualitas pendidikan kita dari negara lain, namun juga sebagai standar pendidikan masa depan yang diakui secara internasional,” tutupnya.