Hindari Sakit, KPU Berlakukan Syarat Tambahan Bagi Petugas

SatuNet, Bandung – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menambah syarat tambahan bagi petugas pemilihan, menyusul banyaknya petugas yang sakit pada pelaksanaan Pemilu 2019 lalu.

Ketua KPU Kota Bandung, Suharti mengatakan, berkaca dari pengalaman 2019 lalu, banyak petugas yang jatuh sakit. Sehingga pada tim ad hoc pemilu ini terdapat syarat kesehatan tambahan.

Hal ini disampaikannya usai melantik 150 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Hotel Horison, Rabu (04/01 /2023).

“Harus juga cantumkan hasil tes kolesterol, gula darah, dan tekanan darah. Dari 150 orang yang terpilih ini semuanya sudah memenuhi persyaratan yang ada,” kata Suharti.

“Proses persiapan pemilu telah berjalan sejak Juli 2022. Saat ini sudah memasuki tahapan pemutakhiran data,’ imbuhnya.

Menurut Suharti, agenda pertama para PPK adalah berkoordinasi dan berkonsolidasi dengan aparat kewilayahan. Sebab ke depan akan ada pemutakhiran data pemilih dan verifikasi faktual calon anggota DPRD.

“Data pemilih akan kita lakukan di awal Februari. Kita akan membentuk petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) dan masa kerjanya akan dimulai 4 Februari hingga 15 Maret 2023,” ucapnya.

Suharti meminta kepada masyarakat jika menemukan pelanggaran PPK, untuk segera melaporkan ke KPU atau Bawaslu melalui divisi hukum.

“KPU memiliki divisi hukum secara internal yang memiliki normal juga untuk mematuhi pakta integritas yang sudah dicanangkan lagi,” imbuhnya.

Wali Kota Bandung, Yana Mulyana menyatakan Pemerintah Kota Bandung mendukung dari sisi anggaran dan kesiapan para petugas kewilayahan. Total anggaran yang disiapkan untuk PPK sebesar Rp150 miliar. Termasuk melindungi kesehatan para petugas.

“Jika ada petugas yang sakit atau meninggal, itu kami ‘cover’ biayanya. Mudah-mudahan kita bisa jaga bersama pelaksanaannya agar tetap aman, kondusif, berintegritas dengan petugas pemilu yang kapabel,” ujar Yana.

Yana menargetkan, pada pemilu 2024 mendatang tingkat partisipasi pemilih di Kota Bandung bisa mencapai 90 persen.

“Semoga meningkat dari pemilu yang lalu yakni 87 persen. Sebab legitimasi dipengaruhi juga oleh tingkat partisipasi pemilih,” ujarnya.

Namun menurut Yana, hal ini diperlukan kerja sama dari semua pihak. Sosialisasi menjadi kunci karena pergeseran pemilih pemula sekarang semakin banyak.

“Salah satu tolak ukur keberhasilan pemilu adalah tingkat partisipasi masyarakat. Ini butuh kerja sama dalam sosialisasi untuk meningkatkan tingkat partisipasi pemilih,” ungkapnya.

Yana juga mengimbau agar masyarakat selalu memverifikasi informasi apapun terkait pemilu. Dengan begitu, proses pemilu bisa berjalan demokratis.

“Jika semua elemen yang terlibat di dalamnya bisa menjalankan fungsi dengan baik. Semoga para petugas juga bisa meningkatkan kreativitas dan inovasi karena tugas yang dihadapi semakin berat,” pungkasnya. (Rafi).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *